Ibadah haji merupakan salah satu ritual suci yang diperkenalkan oleh Nabi Ibrahim a.s. sekitar 3.600 tahun yang lalu. Seiring berjalannya waktu, beberapa praktik haji mengalami perubahan hingga akhirnya diluruskan kembali oleh Nabi Muhammad saw. Salah satu aspek penting yang dikoreksi adalah ritual-ritual yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 199, terdapat teguran terhadap sekelompok manusia yang dikenal sebagai al-hummas. Mereka merasa istimewa dan enggan bergabung dengan orang banyak dalam melakukan wuquf di Arafah, sehingga memilih untuk berwuquf di Muzdalifah. Al-Quran mengecam tindakan pemisahan diri ini yang didasari oleh perasaan superioritas, dan melalui ayat tersebut, Allah berfirman: "Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS 2:199). Ayat ini menegaskan pentingnya kesetaraan dan persatuan dalam pelaksanaan ibadah haji.
Kaum muslimin yang menunaikan ibadah haji di tanah suci diwajibkan mengenakan pakaian ihram tanpa jahitan. Nuansa putih yang mendominasi pemandangan Mekkah menjadi fenomena yang khas dalam ritual ibadah haji. Di miqat makany, di tempat di mana ritual ibadah haji dimulai, perbedaan dan pembedaan harus ditanggalkan. Semua harus memakai pakaian yang sama. Pengaruh-pengaruh psikologis dari pakaian harus ditanggalkan, hingga semua merasa dalam satu kesatuan dan persamaan. Tak ada lagi perbedaan dari sisi penampilan antara pejabat dan rakyat, antara raja dan jelata, antara si kaya dan miskin. Semuanya terlihat setara dengan pakaian yang tidak lagi menjadi simbol status sosial. Raja yang biasa mengenakan mahkotanya, harus menanggalkannya. Pejabat yang selalu berdasi, tak lagi dapat mengenakannya. Si kaya yang biasanya mengenakan pakaian yang mahal, tak dapat lagi memakainya dengan bangga. Dengan mengenakan dua helai pakaian berwarna putih-putih, sebagaimana yang akan membalut tubuh manusia ketika ia mengakhiri perjalanan hidup di dunia ini, seorang yang melaksanakan ibadah haji akan merasakan jiwanya dipengaruhi oleh pakaian ini. Ia akan merasakan kelemahan dan keterbatasannya, serta pertanggungjawaban yang akan ditunaikannya kelak di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Ihram dapat disimbolisasi sebagai bentuk persamaan derajat kemanusiaan. Persamaan dan kesetaraan itulah yang menumbuhkan semangat persaudaraan umat Islam. Tak ada sekat-sekat pemisah yang kerap menjadi hambatan bagi terwujudnya persatuan dan persaudaraan kaum muslimin. Faktor jabatan, kekayaan, perbedaan organisasi, perbedaan suku, dan status sosial lainnya yang tidak disadari telah menumbuhkan sikap superior dan inferior di kalangan umat Islam, tidak dikenal lagi di Mekkah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar