mpksdisolo.blogspot.com, Surakarta - Muhammadiyah adalah organisasi dan gerakan yang berdasarkan Islam. Sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW untuk kemaslahatan hamba-Nya, Islam telah diterjemahkan dalam bentuk pemahaman dan pengamalan yang berkembang terus-menerus sepanjang sejarah.
Dalam proses sejarah yang panjang itu sering kali Islam yang ada di tangan umatnya telah kehilangan spirit kemajuan. Sejarah telah membuktikan bahwa pada kurun tertentu, umat Islam mengalami kejumudan dan bahkan kemunduran karena Islam yang dipahami dan diamalkan bukanlah agama yang membawa kemajuan.
Kemajuan yang menjadi semangat bagi Muhammadiyah adalah kemajuan yang Islami, yang sesuai dengan fungsi Islam sebagai rahmat yang universal. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam yang sesungguhnya adalah agama yang mendorong kemajuan dan karena itu ia harus menjadi kekuatan aktual yang menggerakan pemeluknya untuk memberi kesaksian atas keunggulan agama Islam.
Pemahaman dan pengamalan Islam yang sebenarnya tidaklah berimplikasi hanya pada Muhammadiyah dalam memajukan organisasi dan anggota-anggotanya, melainkan juga pada umat Islam, masyarakat Indonesia dan bahkan seluruh umat manusia.
Keunggulan yang ditunjukkan oleh umat Islam selanjutnya harus bermakna bagi kemajuan bangsa dan seluruh umat manusia sebagai perwujudan risalah Nabi Muhammad SAW yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Islam Berkemajuan merupakan cara pandang bahwa Islam adalah agama universal yang mengajarkan kehidupan yang maju dan menuntut umatnya untuk mewujudkan kemajuan itu dalam semua aspek kehidupan pada tataran pribadi, masyarakat, umat, bangsa dan kemanusiaan universal.
Islam Berkemajuan telah menjadi ruh Muhammadiyah sejak periode awal. Kata-kata yang terbentuk dari “maju,” seperti “memajukan,” telah termaktub dalam Statuten Muhammadiyah (1912), yang menyatakan bahwa tujuan Muhammadiyah adalah “Memajukan hal igama kepada anggota-anggotanya.”
Rumusan tersebut melengkapi tujuan pertama, yakni “menyebarkan pengajaran igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam kepada penduduk bumiputera di dalam residensi Yogyakarta.” Dua tahun kemudian (1914) rumusan “memajukan”, di samping tetap bertahan pada Statuten Muhammadiyah, juga ditambah dengan kata-kata “menggembirakan,” yang lengkapnya sebagai berikut, “1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia Nederland, dan 2. Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lidnya,” yakni anggota-anggota Muhammadiyah.
Kesungguhan Muhammadiyah untuk mengajak kepada kemajuan juga diperlihatkan oleh Ahmad Dahlan melalui pesan yang disampaikan dalam sebuah pertemuan pengajaran di hadapan murid-murid perempuan dengan menggunakan Bahasa Jawa, “Dadiyo kyai sing kemajuan lan aja kesel-kesel anggonmu nyambutgawe kanggo Muhammadiyah.” Artinya, jadilah kyai yang berkemajuan dan jangan lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah.
Pesan Ahmad Dahlan itu menyiratkan bahwa Islam Berkemajuan mengharuskan ikhtiar untuk menyalakan kembali api yang pada saat itu telah redup. Ide kemajuan itu digemakan kembali oleh Kiyai Mas Mansoer dalam pidatonya dalam Kongres Seperempat Abad Muhammadiyah pada tahun 1936 di Jakarta, ketika menyatakan bahwa Muhammadiyah senantiasa memajukan dan mempropagandakan Islam di Indonesia, dan kemajuan agama Islam dan ketinggian derajat pemeluknya menjadi pengharapan Muhammadiyah.
Lebih dari itu, Keputusan Muktamar ke-37 (1968) menegaskan bahwa salah satu ciri dari Masyarakat Islam yang menjadi tujuan Muhammadiyah adalah “berkemajuan.” Dengan demikian, menyuburkan Islam Berkemajuan merupakan kesinambungan dari apa yang telah ditegaskan dan dilakukan oleh Persyarikatan Muhammadiyah pada masa lalu dan menjadi spirit perjuangan untuk masa mendatang. Risalah Islam Berkemajuan ini merupakan rumusan yang menguatkan kembali pikiran dan gerakan yang dilahirkan oleh Muhammadiyah sejak periode awal.
Isi pokok risalah ini sejalan dengan apa yang sebelumnya telah dirumuskan secara resmi oleh Muhammadiyah, seperti Muqaddimah AD Muhammadiyah (1951) dan penjelasannya; Masalah Lima (1955); Khittah Palembang (1956); Kepribadian Muhammadiyah (1962); Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (1969); Khittah Ponorogo (1969); Khittah Ujung Pandang (1971); Khittah Surabaya (1978); Manhaj Tarjih dan Metode Penetapan Hukum dalam Tarjih Muhammadiyah (1989); Manhaj Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam (2000); Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (2000); Khittah Denpasar (2002); Dakwah Kultural Muhammadiyah (2004); Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Jelang Satu Abad (2005); Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua (2010); Negara Pancasila sebagai Dar al-‘Ahdi wa al-Syahadah (2015); Indonesia Berkemajuan: Rekonstruksi Kehidupan Kebangsaan yang Bermakna (2015); dan Risalah Pencerahan (2019).